MAKALAH
PANCASILA
PRODI
ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
2014/2015
ETIKA
PANCASILA SEBAGAI CERMINAN PRIBADI BANGSA INDONESIA
Disusun oleh :
1.
Mariyatul
Kiptiyah
2.
R.
Rr. Ariska Desy Ariyanti
3.
Tisha
Windianty K.
4.
Zakiyyatun
Nafiisah
Dosen Pembina
Prof. Drs. Achmad Fauzi DH, MA.
194508151974121002
Nilai,
norma, dan moral adalah konsep-konsep yang saling
berkaitan. Dalam hubungannya dengan Pancasila maka ketiganya akan memberikan
pemahaman yang saling melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat hakikatnya merupakan suatu nilai yang menjadi
sumber dari segala penjabaran norma, baik norma hukum maupun norma kenegaraan
lainnya. Di samping itu, terkandung juga pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis, dan komprehensif.Oleh karena itu, suatu
pemikiran filsafat adalah suatu nilai-nilai yang bersifat mendasar yang
memberikan landasan bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang
bersifat praksis atau kehidupan nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka
diwujudkan dalam norma-norma yang kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu
meliputi :
1. Norma
Moral
Yang berkaitan dengan tingkah laku
manusia yang dapat diukur dari sudut baik maupun buruk, sopan atau tidak sopan,
susila atau tidak susila.
2. Norma
Hukum
Suatu sistem peraturan
perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan waktu tertentu dalam
pengertian ini peraturan hukum.Dalam pengertian itulah Pancasila berkedudukan
sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan
demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang langsung
bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma.
A.
PENGERTIAN
ETIKA
Etika
adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia
bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok.
Etika
merupakan suatu pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan
pandangan-pandangan moral.Etika juga merupakan ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran tertentu atau bagaimana kita
bersikap dan bertanggung jawab dengan berbagai ajaran moral. Kedua kelompok
etika itu adalah sebagai berikut :
1. Etika
Umum
Mempertanyakan prinsip-prinsip yang
berlaku bagi setiap tindakan manusia.
2. Etika
Khusus
Membahas prinsip-prinsip dari etika umum
dalam hubungannya dengan berbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai
individu (etika individual) maupun sebagai makhluk sosial (etika sosial).
B.
PENGERTIAN
NILAI, NORMA, DAN MORAL
1.
Pengertian
Nilai
Nilai (value) adalah kemampuan yang
dipercayai yang ada pada suatu benda untuk memuaskan manusia.Sifat dari suatu
benda yang menyebabkan menarik minat seseorang atau kelompok.Jadi nilai itu
pada hakikatnya adalah sifat dan kualitas yang melekat pada suatu
objeknya.Dengan demikian, nilai itu adalah suatu kenyataan yang tersembunyi
dibalik kenyataan-kenyataan yang lainnya.
Menilai berarti menimbang, suatu
kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain kemudian
untuk selanjutnya diambil keputusan. Keputusan itu adalah suatu nilai yang
dapat menyatakan berguna atau tidak berguna, benar atau tidak benar, baik atau
tidak baik.Penilaian itu pastilah berhubungan dengan unsur pengindraan manusia
sebagai subjek penilaian, yaitu unsur jasmani, rohani, akal, rasa, karsa, dan
kepercayaan.
Dengan demikian nilai adalah sesuatu
yang sangat berharga, berguna, memperkaya batin dan menyadarkan manusia akan
harkat dan martabatnya. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong dan
mengarahkan (motivasi) sikap dan perilaku manusia.Nilai sebagai suatu sistem
merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan karya.Oleh
karena itu, Alport mengidentifikasikan nilai-nilai yang terdapat dalam
kehidupan masyarakat, yaitu nilai teori, nilai ekonomi, nilai estetika, nilai
sosial, nilai politik dan nilai religi.
2.
Hierarki
Nilai
Hierarki nilai sangat tergantung pada
titik tolak dan sudut pandang individu-masyarakat terhadap suatu objek.Misalnya
kalangan materealis memandang bahwa nilai tertinggi adalah nilai material. Max
Schele menyatakan bahwa nilai-nilai yang ada tidak sama tingginya dan luhurnya.
Menurutnya nilai-nilai dapat dikelompokkan dalam empat tingkatan, yaitu:
1) Nilai
Kenikmatan
Nilai-nilai
yang berkaitan dengan indra yang memunculkan rasa senang, mnederita, atau tidak
enak.
2) Nilai
Kehidupan
Nilai-nilai
penting bagi kehidupan, yaitu jasmani, kesehatan dan kesejahteraan umum.
3) Nilai
Kejiwaan
Nilai-nilai
yang berkaitan dengan kebenaran, keindahan dan pengetahuan murni.
4) Nilai
Kerohanian
Pada
tingkatan ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci.
Sementara itu,
Notonagoro membedakan nilai menjadi tiga yaitu :
a) Nilai
Material
Segala sesuatu
yang berguna bagi jasmani manusia
b) Nilai
Vital
Segala sesuatu
yang berguna bagi manusia untuk mengadakan suatu aktivitas atau kegiatan.
c) Nilai
Kerohanian
Segala sesuatu yang bersifat rohani
manusia.Nilai kerohanian sendiri dibedakan menjadi empat tingkatan sebagai
berikut.
·
Nilai kebenaran, yaitu
nilai yang bersumber pada rasio, budi, akal, atau cipta manusia.
·
Nilai
keindahan/estetis, yaitu nilai yang bersumber pada perasaan manusia.
·
Nilai kebaikan atau
nilai moral, yaitu yang bersumber pada unsur kehendak manusia.
·
Nilai religious, yaitu
nilai kerohanian tertinggi dan bersifat mutlak
Dalam pelaksanaannya,
nilai-nilai dijabarkan dalam wujud norma, ukuran dan kriteria sehingga
merupakan suatu keharusan anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau
tercela. Oleh karena itu, nilai berperan sebagai pedoman yang menentukan
kehidupan setiap manusia.Nilai manusia berada dalam hati nurani, kata hati dan
pikiran sebagai suatu keyakinan dan kepercayaan yang bersumber pada berbagai
sistem nilai.
3.
Nilai
Dasar, Nilai Instrumental, Nilai Praksis
a. Nilai
Dasar
Sekalipun
nilai bersifat abstrak yang tidak dapat diamati oleh panca indra manusia,
tetapi dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku atau berbagai
aspek kehidupan manusia dalam prakteknya. Setiap nilai memiliki nilai dasar
yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang dalam dari nilai-nilai
tersebut.Nilai dasar itu bersifat universal karena menyangkut kenyataan
objektif dari segala sesuatu.Contohnya, hakikat Tuhan, manusia, atau makhluk
lainnya. Apabila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena
Tuhan adalah kuasa prima (penyebab pertama). Segala sesuatu yang diciptakan berasal
dari kehendak Tuhan. Bila nilai dasar itu berkaitan dengan hakikat manusia maka
nilai nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang dijabarkan dalam
norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi manusia). Apabila
nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda (kuantitas, aksi, ruang,
dan waktu) maka nilai dasar itu dapat juga disebut sebagai norma yang
direalisasikan dalam kehidupan yang praksis, namun nilai yang bersumber dari
kebendaan tidak boleh bertentangan dengan nilai dasar yang merupakan sumber
penjabaran norma itu. Nilai dasar yang menjadi sumber etika bagi bangsa
Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
b. Nilai
Instrumental
Nilai
instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai
dasar.Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari maka nilai itu akan menjadi norma moral. Namun jika nilai
instrumental itu berkaitan dengan suatu organisasi atau Negara, maka nilai
instrumental itu merupakan arahan, kebijakan, atau strategi yang bersumber pada
nilai dasar sehingga dapat dikatakan juga bahwa nilai instrumental itu
merupakan suatu eksplisitasi dari nilai dasar.
Dalam
kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia, nilai-nilai instrumental dapat
ditemukan dalam pasal-pasal UUD yang merupakan penjabaran Pancasila.
c. Nilai
Praksis
Nilai
praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata, dengan demikian nilai praksis merupakan pelaksanaan
secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.Oleh karena
itu, nilai praksis dijiwai oleh kedua nilai tersebut dan tidak bertentangan
dengannya. Undang-undang organik adalah wujud dari nilai praksis, dengan kata
lain semua perundang-undangan yang berada di bawah UUD sampai kepada peraturan
pelaksana yang dibuat oleh pemerintah.
4.
Pengertian
Norma
Kesadaran manusia yang membutuhkan
hubungan yang ideal akan menumbuhkan kepatuhan terhadap suatu peraturan atau
norma. Hubungan ideal yang seimbang, serasi dan selaras itu tercermin secara
vertical (Tuhan), horizontal (masyarakat) alamiah (alam sekitar).
Norma
adalah perwujudan martabat manusia sebagai makhluk budaya, sosial, moral dan
religi.Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh
tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu, norma dalam perwujudannya dapat
berupa norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum , dan norma
sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
5.
Pengertian
Moral
Moral berasal dari kata mos (mores) yang
sinonim dengan kesusilaan, tabiat, atau kelakuan.Moral adalah ajaran tentang
hal yang baik dan buruk, yang menyangkut tingkah laku dan perbuatan manusia.
Seorang pribadi yang taat kepada
aturan-aturan, kaidah –kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakat, dianggap
sesuai dan bertindak benar secara moral. Jika sebaliknya yang terjadi maka
pribadi itu dianggap tidak bermoral.
Moral
dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang benar,
baik, terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap nilai
dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara.
6.
Hubungan
Nilai, Norma, dan Moral
Keterkaitan nilai, norma, dan moral
merupakan suatu kenyataan yang seharusnya tetap terpelihara di setiap waktu
pada hidup dan kehidupan manusia. Keterkaitan itu mutlak digarisbawahi bila
individu, masyarakat, bangsa dan Negara menhendaki fondasi yang kuat tumbuh dan
berkembang. Sebagaimana tersebut maka nilai akan berguna menuntun sikap dan
tingkah laku manusia bila dikonkritkan dan diformulakan menjadi lebih objektif
sehingga memudahkan manusia untuk menjabarkannya dalam aktivitas sehari-hari. Dalam kaitannya
dengan moral maka aktivitas turunan dari nilai dan norma akan memperoleh
integritas dan martabat manusia. Derajat kepribadian itu amat ditentukan oleh
moralitas yang mengawalnya.Sementara itu, hubungan antara moral dan etika
kadang-kadang atau seringkali disejajarkan arti dan maknanya. Namun demikian,
etika dalam pengertiannya tidak berwenang menentukan apa yang boleh dan tidak
boleh dilakukan seseorang. Wewenang itu dipandang berada di tangan pihak yang
memberikan ajaran moral.
C.
APLIKASI NILAI, NORMA DAN MORAL DALAM KEHIDUPAN
SEHARI-HARI
Dalam kehidupan kita akan selalu
berhadapan dengan istilah nilai dan norma dan juga moral dalam kehidupan sehari-hari.
Dapat kita ketahui bahwa yang dimaksud dengan nilai sosial merupakan nilai yang
dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang
dianggap buruk oleh masyarakat. Contohnya, orang menanggap menolong memiliki
nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Dan dapat juga dicontohkan,
seorang kepala keluarga yang belum mampu memberi nafkah kepada keluarganya akan
merasa sebagai kepala keluarga yang tidak
bertanggung jawab. Bagi manusia, nilai berfungsi sebagai landasan, alasan,
atau motivasi dalam segala tingkah laku dan perbuatannya. Nilai mencerminkan
kualitas pilihan tindakan dan pandangan hidup seseorang dalam masyarakat. Itu
adalah yang dimaksud dan juga contoh dari nilai.
D. PENYIMPANGAN
SISTEM ETIKA PANCASILA DI INDONESIA
Akhir-akhir ini Indonesia diwarnai dengan kegaduhan
maraknya Kasus Korupsi yang menghiasi media dan menjadi perbincangan seru di
dalam masyarakat. Tengok saja, hampir setiap hari masyarakat disuguhi mulai
dari kasus Korupsi Bailout Bank Century, Kasus Hambalang, Kasus Simulator dan
terakhir Impor daging sapi. Sudah banyak pejabat negara, pengusaha, politisi
dan komponen masyarakat lainnya yang mendekam di hotel Prodeo dan dicap sebagai
koruptor. Namun ternyata hal itu tidak membuat jemu, faktanya kecenderungan
peristiwa korupsi semakin banyak.
Padahal bangsa Indonesia mempunyai dasar negara Pancasila
yang merupakan pancaran nilai luhur bangsa. Namun, benarkah nilai-nilai lihur
Pancasila telah diamalkan seluruh komponen bangsa? Jika nilai-nilai universal
sudah diamalkan, mengapa negara Indonesia yang menjunjung moralitas justru
marak praktik korupsi, kolusi dan nepotisme sampai Indonesia dicap sebagai
negara korup.
Nilai-nilai luhur Pancasila yang seharusnya dijadikan acuan
seperti dilupakan. Akibatnya, korupsi marak di mana-mana. Ironisnya, tindak
korupsi itu dilakukan elite politik yang seharusnya memberikan contoh dalam
menjunjung moralitas. Terkuaknya kasus korupsi di hampir semua lembaga atau
departemen pemerintahan seakan meneguhkan bahwa kekuasaan cenderung korup.
Fenomena itu menegaskan bahwa Pancasila selama ini hanya dijadikan slogan, tak
dijiwai sebagai nilai luhur yang patut dijunjung tinggi.
Kandungan nilai-nilai Pancasila memiliki kesesuaian dengan
fitrah Ilahiyah yang termuat di dalam ajaran sejumlah kitab suci dalam semua
agama. Nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila itu tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang dimiliki dan diamalkan sebagai landasan hidup pemeluk
agama apa pun. Maka, Pancasila dianggap sebagai ideologi yang bersifat universal
karena dalam Pancasila ada nilai-nilai sosialis religius dan nilai-nilai etis.
Sayang seribu sayang, nilai-nilai itu tampaknya belum
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia. Pancasila kerap kali
ditafsirkan sepihak, dan cenderung diselewengkan sejumlah oknum dan pejabat
negara. Nurani sebagian pejabat di Indonesia tidak lagi berjiwa Pancasilais.
Tak heran, jika korupsi merajalela dan merebak di mana-mana.
Negeri Indonesia yang dibangun di atas pijakan keluhuran
budi kebhinnekaan Nusantara oleh para pendiri bangsa seperti dilupakan. Korupsi
pun menjadi penyakit yang sulit disembuhkan, karena dilakukan secara sistemik.
Terkuaknya kasus-kasus korupsi di lembaga-lembaga penegak hukum, belakangan ini
merupakan wajah buram sejarah korupsi di Indonesia.
Mengapa korupsi menjadi penyakit menahun di setiap lembaga
dan departemen/kementerian di Indonesia? Pasalnya, Pancasila yang memuat
nilai-nilai moral dan etis seakan menjadi pepesan kosong yang tak bermakna dan
cenderung dilupakan. Karena itu, kini waktunya menjadikan Pancasila sebagai
rumah bagi mentalitas semua komponen masyarakat. Pancasila harus kembali
dijadikan sebagai ‘kompas’ atau ‘rambu-rambu’ untuk bertindak dan berperilaku
agar tak melenceng dari nilai-nilai yang telah dijadikan sebagai kontrak sosial
bersama sejak Indonesia merdeka.
Di sisi lain, Pancasila harus kembali dijadikan acuan hukum
bahkan sumber dari segala sumber hukum. Karena, dengan cara itu, Indonesia
benar-benar menjadi negara hukum, tidak lagi menjadikan nafsu atau ketamakan
harta di balik kepentingan setiap perundang-undangan atau konstitusi. Sistem
warisan rezim Orde Baru yang kental ketamakan akan kekuasaan dan harta
tampaknya tetap menyelimuti di antara komponen warga bangsa.
Tak pelak, cara-cara lama penyusunan konstitusi yang kerap
ditengarai hanya untuk mencari celah pembenaran atas kehendak kelompok,
golongan, atau pribadi tertentu, tetap saja marak. Tak sedikit
perundang-undangan dibuat dengan mencederai prinsip sila keempat Pancasila,
yang lebih mengedepankan musyawarah-mufakat. Fakta bahwa banyak di antara elite
politik dan pejabat negeri ini ramai-ramai korupsi, tak dapat disangkal, tidak
sesuai acuan nilai-nilai luhur universal Pancasila. Perilaku demikian jelas
merupakan pelanggaran terhadap Pancasila.
E.
PERAN MAHASISWA DALAM MENANGGULANGI KORUPSI SEBAGAI PENYIMPANGAN
SISTEM ETIKA PANCASILA
1.
Memberikan
pendidikan kepada masyarakat tentang bahaya melakukan korupsi.
Upaya mahasiswa ini misalnya
memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai bahaya melakukan tindakan
korupsi karena pada nantinya akan mengancam dan merugikan kehidupan masyarakat
sendiri. Serta menghimbau agar masyarakat ikut serta dalam menindaklanjuti
(berperan aktif) dalam memberantas tindakan korupsi yang terjadi di sekitar
lingkungan mereka. Selain itu, masyarakat dituntut lebih kritis terhadap
kebijakan pemerintah yang dirasa kurang relevan. Maka masyarakat sadar bahwa
korupsi memang harus dilawan dan dimusnahkan dengan mengerahkan kekuatan secara
massif, artinya bukan hanya pemerintah saja melainakan seluruh lapisan
masyarakat.
2.
Menjadi
alat pengontrol terhadap kebijakan pemerintah.
Mahasiswa selain sebagai agen
perubahan juga bertindak sebagai agen pengontrol dalam pemerintahan. Kebijakan
pemerintah sangat perlu untuk dikontrol dan dikritisi jika dirasa kebijakan
tersebut tidak memberikan dampak positif pada keadilan dan kesejahteraan
masyarakat dan semakin memperburuk kondisi masyarakat. Misalnya dengan
melakukan demo untuk menekan pemerintah atau melakukan jajak pendapat untuk memperoleh
hasil negosiasi yang terbaik.
3.
Memiliki
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
4.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
5.
Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa
hingga ke tingkat pusat/nasional.
6.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan
negara dan aspek-aspek hukumnya.
7.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam
setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.
F. SIMPULAN
Pendukung dari Pancasila sebagai sistem etika adalah Pancasila memegang
peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Di setiap
saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap
tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua pada Pancasila, yaitu
“Kemanusian yang adil dan beradab” sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa
kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
Dengan menjiwai butir-butir Pancasila masyarakat dapat bersikap sesuai etika
baik yang berlaku dalam masyarakat, bangsa dan negara.
G. SARAN
Hubungan
nilai dengan norma adalah nilai mendasari terbentuknya pola perilaku. Pola
perilaku akan bisa terwujud sesuai denagan yang kita inginkan apabila terdapat
kaidah-kaidah atau ketentuan-ketentuan yang memendorong dan mengarahkan untuk
mewujudkan pola perilaku itu menjadi perbuatan atau tindakan konkret. Dalam
bersosialisasi kita juga haru menerapkan aturan pancasila sebagai sitem etika,
dengan norma-norma dan ketentuan yang telah ada.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Internet :

Tidak ada komentar:
Posting Komentar